Thursday, July 24, 2008

SEJUTA PESONA KUIL DI KYOTO

oleh Ariobimo Nusantara

Wisata kuil. Barangkali itulah sebutan yang paling tepat bila kita mengunjungi negeri matahari terbit, Jepang. Betapa tidak, hampir di setiap kota di Jepang selalu dapat ditemui sejumlah kuil yang rata-rata masih berfungsi aktif. Memang, secara umum kuil-kuil tersebut tampaknya nyaris sama antara satu dengan yang lain. Namun, cerita di balik tiap kuil tidaklah sama. Dan, itulah daya tarik yang sebenarnya karena “rasa” Jepang-nya sungguh nyata dibanding hanya keluar-masuk mal yang tak jauh beda dengan mal-mal di Tanah Air.

Salah satu kuil yang sempat saya kunjungi bersama delegasi dari sejumlah negara ketika berada di Kyoto adalah kuil Kiyomizu-dera, sebuah kuil tua milik sekte Hosso dalam agama Buddha. Memang, Hosso hanya sebuah sekte kecil yang berkembang sekitar tahun 657 yang didirikan oleh biksu Dosho dari Cina. Tetapi, jangan anggap remeh. Kompleks kuil ini terbilang sangat luas dengan memanfaatkan kontur alam yang luar biasa indahnya. Luasnya tak kurang dari 130,000 meter persegi dengan lebih dari 30 bangunan di dalamnya, terletak di atas sebuah perbukitan. Begitu pentingnya objek wisata ini sehingga jika kita tidak dalam rombongan wisata, kita tidak perlu khawatir karena tersedia bus umum nomor 206 atau 207 tujuan Kiyomizu-michi atau Gojo-zaka yang menuju objek wisata ini—tentu saja kita tetap harus berjalan sekitar 10 menit karena lokasinya tertutup untuk didaki kendaraan.



Bangunan utama di Kiyomizu-dera, dengan
latar belakang pemandangan kota Kyoto.
Namun, kita tidak perlu khawatir akan merasa lelah atau bosan, sebab selama berjalan mendaki itu, mata kita akan dipuaskan oleh sederetan toko suvenir yang menarik dan mengusik nafsu belanja kita. Mulai dari suvenir kain sutra, boneka tradisional, aneka model samurai, atau porselen Kiyomizu-yaki yang sangat khas; hingga aneka makanan khas seperti es krim rasa teh hijau. Tapi, tahan dulu. Sebaiknya nafsu berbelanja suvenir kita simpan hingga kita menuntaskan maksud tujuan ke tempat ini: Kiyomizu-dera!

Sesampainya di gerbang utama Kiyomizu-dera, hal pertama yang tampak di sisi kiri adalah kandang kuda kuno yang biasa digunakan oleh mereka yang datang untuk bersembahyang kepada Kannon. Dan, sebelum sampai ke kuil utama, Anda harus melewati Nio-mon atau Gerbang Raja-raja Dewa, yang melindungi kuil dari kejahatan. Raja Dewa di sebelah kanan mulutnya terbuka, seperti mengucap "A", bunyi pertama dari bahasa Sanskrit, sedangkan mulut yang lain tertutup seperti mengucap "UN", bunyi terakhir. Jadi, artinya para raja dewa mewakili ajaran Buddha secara komplet.

Kuil yang dibangun lebih dari 1200 tahun lalu ini tercatat dalam daftar World Cultural Heritage yang dikeluarkan oleh UNESCO pada Desember 1994. Meski demikian, kebanyakan bangunan yang ada sudah tidak asli karena kuil ini sempat hancur dan beberapa kali mengalami pemugaran. Kuil ini dibangun pada 798, tetapi bangunan yang ada sekarang adalah hasil pemugaran dari tahun 1633 atas prakarsa Shogun Iemitsu Tokugawa.

Berlama-lama di bangunan tinggi ini kita hanya bisa berdecak kagum tiada henti: teknologi apa yang telah dipakai manusia pada masa itu untuk menghasilkan bangunan spektakular semacam ini.


Air yang Jernih
Sepanjang sejarahnya, banyak bangunan kuil di Kyoto yang terbakar dan dibangun kembali. Tetapi, bangunan-bangunan di kiyomizudera banyak yang masih tetap utuh karena kuil ini tidak pernah terlibat dalam peperangan. Dengan kata lain, kuil ini tidak punya “musuh” sehingga tak ada alasan untuk menghancurkannya. Pernah, kuil ini terbakar sekali, tetapi pada 1633 direkonstruksi oleh Shogun. Maka, meski bangunan sekarang berumur kurang lebih 350 tahun, bangunan aslinya lebih dari 1200 tahun lalu, hampir 20 tahun sebelum ibukota Jepang pindah ke Kyoto.



Kiyomizu-dera secara harfiah artinya air yang jernih. Dinamakan demikian karena di bagian bawah kuil ini terdapat air terjun yang terkenal, yang bersumber dari Gunung Otowa selama ribuan tahun. Ini adalah satu dari sepuluh air jernih yang terkenal di Jepang. Sumber air yang jernih ini kemudian dipancurkan melalui tiga pancuran dan dipercaya sebagai air suci. Pancuran ini disebut Otowa-no-taki (Sound of Feathers Waterfall).

Pancuran Otowa-no-taki. Sudah tak terbilang orang yang minum air dari pancuran ini. [repro: japan page] -

Menurut legenda ketiga pancuran ini masing-masing melambangkan wajah tampan/cantik, umur panjang, dan kebijaksanaan. Di sinilah uniknya, saking jernihnya air yang keluar dari pancuran-pancuran ini maka air bisa langsung diminum. Namun, ada aturannya. Orang hanya boleh minum dari salah satu pancuran. Silakan, mau pilih (dari kiri ke kanan) umur panjang, berwajah tampan/cantik, atau bijaksana. Apa yang akan Anda pilih? Ingat, jika Anda “tamak” dan meminum ketiga sumber tersebut maka Anda justru tidak akan mendapatkan apa-apa. Apalagi kita hanya boleh berada di depan pancuran ini selama 45 detik saja!

Cara mengambil air ini pun sangat unik. Di dekat pancuran tersebut tersedia sejumlah gayung bergagang untuk mengambil air dan meminumnya langsung. Pancuran tersebut tetap mengucur deras hingga hari ini, meski tiap hari ratusan hingga ribuan orang datang dari berbagai penjuru dunia dan meminumnya. Higienis? Jangan khawatir. Gayung-gayung ini ditempatkan dalam semacam lorong yang disinari oleh sinar ultra untuk sterilisasi. Sungguh merupakan konsep perpaduan antara unsur tradisional dan modernitas yang sangat jenial.
Dengan rasa penuh ingin tahu—antara percaya dan tidak—saya pun memberanikan diri ikut meminum ”air ajaib” itu. Saya coba buang jauh-jauh perasaan ragu dan jijik saat mengambil salah satu gayung dan menadah air. ”Peduli amat, siapa tahu kepercayaan ini memang benar adanya. Kalau tidak sekarang, kapan lagi saya bisa sampai ke tempat ini,” begitu pikir saya. Tapi, jujur saja, saat di depan pancuran, saya tak sempat lagi memilih mau memilih khasiat yang mana. Semuanya berlalu begitu cepat!

Agaknya, inilah roh dari kuil ini, mengingat pendirinya, biksu Enchin, pada awalnya memang memimpikan untuk membangun sebuah kuil di sebuah air terjun dari sebuah sumber yang jernih, Sungai Yodogawa. Menurut legenda, mimpi itu segera diwujudkannya ketika suatu hari ia melintas di air terjun di Otowa dan bertemu dengan Gyoei, seorang pendeta tua yang memberinya balok kayu, yang harus diukirnya dengan wajah Kannon.

Kompleks Raksasa
Beruntung, saya sempat mengunjungi kompleks ini pada awal-awal musim semi. Selain udara yang tidak terlalu panas juga bisa menyaksikan saat bunga-bunga sakura hendak mulai bermekaran. Lansekap tempat ini memang banyak ditumbuhi oleh tanaman khas Negeri Matahari Terbit itu. Sangat sentimental. Toh demikian, kita juga perlu berhati-hati saat menghirup udara karena serbuk-serbuk bunga yang sangat halus bisa saja ikut terhirup dan mengganggu pernapasan kita. Hidung bisa tiba-tiba terasa perih dan tiba-tiba mengalami mimisan. Setidaknya sekali-dua kali saya sempat mengalami hal itu.

Kompleks kuil ini memang luar biasa luasnya dengan sejumlah bangunan yang sayang untuk dilewatkan. Tengok saja bangunan utamanya. Bangunan aslinya yang merupakan sumbangan dari Tamuramaro telah hancur terbakar pada 1629, sedang bangunan yang sekarang adalah berarsitek periode Heian. Di dalamnya, didekorasi oleh 30 lukisan sumbangan para pedagang selama pembangunan tahun 1633. Konon kabarnya, gambar asli Kannon yang dibuat oleh Echin disimpan di sebuah kotak dengan 28 tiruannya di sisinya. Namun, apabila Anda berharap menyaksikan langsung gambar dewa berwajah-sebelas dengan seribu-senjata ini, Anda harus menunggu hingga tahun 2010. Pasalnya, gambar asli ini hanya ditunjukkan sekali dalam 30 tahun dan penunjukkan yang terakhir adalah pada 1977.

Di bagian luar dari bangunan ini terdapat sebuah panggung tari atau yang disebut Butai. Panggung ini dibuat dari kayu-kayu perancah dari pohon zelkova yang menyangga panggung seluas 10 meter persegi di atas tebing setinggi 12 meter. Bangunan ini berada di titik tertinggi dalam kompleks. Pemandangan dari sini sungguh mengagumkan karena sejauh mata memandang kita akan dipuaskan oleh keindahan panorama sekitar tanpa halangan. Begitu tingginya tempat ini sehingga ada pepatah Jepang mengatakan ‘jumping of the Kiyomizu’ yang maknanya baru akan kita mengerti setelah kita berada di tempat ini. Betapa tidak, siapa pun orangnya dan apa pun alasannya, orang harus berpikir seribu kali sebelum melompat dari Butai. Inilah tempat favorit bagi para wisatawan untuk berfoto dan sangat popular menghiasi kartupos-kartupos dari Kyoto. Ke arah selatan Anda akan melihat Koyasu-no-to (pagoda utk memudahkan kelahiran), yang berisi gambar Koyasu Kannon. Pemandangan ini sangat indah difoto, terutama saat musim gugur ketika daun-daunan berwarna oranye dan merah.

Setiap bangunan yang ada di kuil ini memiliki fungsi masing-masing. Kyodo misalnya, bangunan ini adalah tempat menyimpan naskah-naskah suci. Sementara, Kanisan-do merupakan bangunan tempat menyimpan gambar para pendiri kuil ini. Bangunan yang juga disebut Tamura-do ini dipindahkan dari Nagaoka ke Kiyomizu-dera pada akhir abad ke-8.

Ada hal yang menarik di kompleks ini, yakni di sisi bangunan Asakura-do terdapat telapak kaki Buddha. (Pada masa-masa awal buddhisme, untuk mengingat sang Buddha tidak ditunjukkan dengan gambar Buddha atau boddhisatva melainkan diwakili oleh gambar telapak kaki.) Menurut kepercayaan, jika seseorang melihat ke arah telapak kaki itu maka seluruh dosanya akan terampuni. Bila diamati lebih dekat pada telapak kaki itu akan terlihat sejumlah simbol termasuk sepasang ikan, hiasan bunga, dan kerang-kerangan. Ke arah tumit, samar-samar akan terlihat roda hukum kebenaran Buddha.

Bangunan yang juga cukup menarik adalah Amida-do, sebuah bangunan kecil yang memuat 180 patung-patung kecil Jizo (penjaga anak-anak). Menurut cerita rakyat, ini adalah tempat bersembahyang bagi orang tua yang kehilangan anaknya. Dengan bersembahyang di sini, mereka akan mendapatkan ketenangan batin dan bila ada di antara patung-patung kecil itu yang terlihat menyerupai wajah si anak, maka itu pertanda bahwa sang anak ada dalam kedamaian.

Berfoto dan ”mengawetkan diri” alias bergaya di tempat-tempat wisata adalah hukum tak tertulis bagi para wisatawan. Namun, bila suatu hari nanti Anda berkesempatan berkunjung ke Kiyomizu-dera, Anda akan merasa rugi bila hanya disibukkan dengan acara mengambil gambar di sana-sini lalu pergi. Banyak hal yang bisa kita lakukan di kuil yang sangat fenomenal ini. Misalnya saja, menyimak cerita-cerita menarik dari pemandu wisata (dan menggalinya lebih dalam), mengamati atau mengikuti para peziarah, hingga merasakan segarnya air Otowa-no-taki. Karena, hanya dengan penghayatan secara totallah kita benar-benar bisa mengecap pesona Kiyomizu-dera seutuhnya.

*(versi cetak telah dimuat di Koran Tempo edisi Minggu, 20 Juli 2008)

No comments: